Perihal hijab hati dan hijab fisik ini seringkali menjadi persoalan yang terasa sepele. Padahal bila dipikirkan lebih jauh, masalah ini bisa menimbulkan dosa yang fatal. Pernyataan yang saat ini sering muncul di masyarakat adalah bahwa tidak semua wanita yang berjilbab adalah wanita baik-baik. Anggapan ini muncul dikarenakan oknum-oknum yang terlihat sepertii muslimah baik-baik di luar, tapi ternyata melakukan kejahatan dan kemaksiatan dibaliknya. Bahkan, ada juga oknum yang sengaja memanfaatkan hijabnya untuk berbuat kejahatan. Oknum-oknum ini tak hanya merendahkan makna hijab, tapi juga memperburuk citra islam di mata masyarakat.
Permasalahannya adalah, terlepas dari si wanita ini memiliki niat jahat atau tidak, hukumnya hijab tidak berubah. Perintah dasar untuk berhijab tetaplah wajib. Tentu saja, seorang muslimah haruslah memiliki kepribadian yang lembut, anggun dan sesuai syariah. Tapi apakah perilaku yang islami saja sudah cukup? Tidak. Kepribadian yang islami ini tidak akan lengkap tanpa hijab yang syar’i. Seislami apapun sikap seorang muslimah, tidak akan pernah sempurna tanpa adanya hijab yang membalutnya. Ibaratnya, seberharga apapun sebuah berlian, tidak akan terasa nilainya apabila masih berlumur lumpur.
Seringkali persoalan hijab fisik ini diremehkan, karena sebagian besar masyarakat kita menganggap bahwa jauh lebih penting kebaikan hati. Bagi sebagian besar masyarakat, wanita yang tidak berhijab tapi sikapnya islami adalah lebih baik daripada muslimah yang mengenakan hijab tapi kepribadiannya tidak islami. Lebih baik berpenampilan buruk tapi hati baik, daripada berpenampilan baik tapi berhati buruk. Padahal keduanya diwajibkan oleh Allah SWT; baik hijab fisik maupun sikap yang islami. Permasalahan ini sebenarnya memiliki solusi yang gampang-gampang susah; yaitu memahami perintah berhijab dengan sungguh-sungguh.